Ada ayah yang bossy, tetapi sebagai suami tidak berperilaku bossy terhadap istrinya. Kepada anak, ia terlalu banyak mengatur dan main perintah.
Bukan tak baik mengatur anak, tetapi terlalu banyak mengatur sangat berbeda dengan mengatur. Begitu pula memerintah anak sangat berbeda dengan ayah atau suami yang dalam sebagian besar urusan, ia main perintah.
Bedakan antara boss dalam makna sebenarnya dengan bossy. Ini penting sekali sebelum kita melanjutkan pembicaraan sebab keduanya bisa sangat berbeda.
Boss yang sebenar-benar boss boleh jadi seorang yang sangat rendah hati, melayani, cepat tanggap, peduli dan bahkan adakalanya tidak suka menampakkan diri sebagai boss.
Bisa saja dia mempunyai sopir pribadi, tetapi ia tidak segan menggantikan tugas di belakang kemudi manakala melihat sopirnya kecapekan. Tetapi ada boss sikap maupun perilakunya berkebalikan dengan yang pertama. Ia main perintah dan tak punya empati.
Dua gambaran ringkas itu hanya untuk menunjukkan dua titik yang saling berseberangan. Ada banyak boss yang berada di antara itu, baik di pertengahan ataupun lebih dekat kepada salah satu dari dua titik ekstrem tersebut.
Secara sederhana, seorang boss tidak mewakili satu sifat atau akhlak tertentu. Ini berbeda dengan bossy.
Perilaku bossy kadang merupakan salah satu bentuk kesombongan, tetapi adakalanya semata-mata karena life competence (kecakapan hidup) —bukan life skills— yang rendah. Secara garis besar kecakapan hidup meliputi dua aspek, yakni kecakapan personal dan kecakapan sosial.
Secara sederhana, kecakapan personal adalah kecakapan mengelola diri, baik berkait kelebihan maupun kekurangan sehingga menghasilkan manfaat terbaik. Ini misalnya mencakup kemampuan beradaptasi, pengendalian diri maupun transparansi.
Adapun kecakapan sosial adalah kemampuan berinteraksi, berkomunikasi, bertransaksi, beradaptasi dan bekerja bersama orang lain.
Lho, kok ada adaptasi lagi? Yang pertama tadi adaptasi terkait dengan dirinya sendiri, sedangkan yang kedua berkait dengan orang lain, meskipun itu adalah istrinya sendiri atau anaknya sendiri.
Perilaku bossy karena kecakapan hidup yang rendah, secara keseluruhan atau sebagian, bisa terjadi karena proses pendidikan yang ia alami, apakah itu di rumah ataukah di lembaga pendidikan semisal boarding school yang anak tinggal antri untuk makan, tidak pula perlu belajar mengatur waktu agar pakaiannya bersih dan rapi.
Ada yang tumbuh dewasa dengan pengalaman pengasuhan dimana dia serba dilayani dan ia memiliki saklar otomatis untuk memperoleh apa pun yang diinginkan. Ia tidak terampil mengerjakan segala sesuatu bagi dirinya sendiri. Apalagi bagi orang lain.
Pengalaman ini dapat melahirkan perilaku bossy, tetapi bukan sikap bossy. Tampak sama, tetapi keduanya sangat berbeda. Perilaku bossy muncul karena selama ini keterampilannya adalah menyuruh, meminta tolong dan memperoleh layanan.
Ia tidak terampil untuk melayani orang lain, tetapi bukan karena tidak mau melayani orang lain maupun melayani komunitas. Ia hanya tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Tidak ada inisiatif karena memang tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam situasi seperti itu, tetapi mau diberi tahu.
Perilaku bossy –tanpa disertai sikap bossy—yang semacam ini seringkali beriring dengan sikap tidak peka sekaligus tidak risau, semisal terhadap pakaiannya yang lusuh atau hal-hal lain.
Nah, orang semacam ini perlu kita bantu untuk berubah ke arah yang lebih baik, lebih peka –dan kepekaan itu bukan soal pengetahuan semata— dan lebih tanggap. Pada orang yang “mati rasa”, peka itu tidak sama dengan tanggap, karena untuk tanggap pun perlu keterampilan dan pengalaman.
Adapun sikap bossy –ini lebih berat dibandingkan “sekedar” perilaku bossy—muncul karena beragam sebab. Banyak aspek yang mempengaruhi. Secara umum ada tiga kemungkinan, yakni keyakinan yang salah, cara berpikir yang salah serta yang ketiga adalah sikap bossy karena kesombongan.
Berbeda dengan perilaku bossy yang muncul karena dia handicapped to be a helpful father (ketidakmampuan menjadi ayah yang peka-terampil menolong), memperbaiki sikap bossy tidak bisa serta merta dengan melatih kepekaannya. Adakalanya mereka bahkan memiliki keterampilan menolong, pada asalnya. Memperbaiki sikap bossy ya sesuai sebabnya.
Ditulis oleh Ustadz Fauzil Adhim di facebook beliau
Tinggalkan Balasan